JAKARTA, KOMPAS.com — Periode 2009-2014 merupakan saat tepat bagi Susilo Bambang Yudhoyono, yang hampir pasti kembali menjadi presiden, untuk menorehkan tinta emas dalam perjalanan bangsa Indonesia. Masyarakat pun menunggu realisasi janji-janji kampanye Yudhoyono.

Untuk mewujudkan itu, kerja pemerintah mendatang perlu difokuskan pada peletakan dasar demokrasi dan keadilan ekonomi.

”Pada pemerintahannya ke depan, Yudhoyono seharusnya tidak perlu lagi disibukkan oleh hal-hal untuk mempertahankan kekuasaan seperti yang terjadi di pemerintahan lalu,” kata Direktur Eksekutif Reform Institute Yudi Latif, Minggu (12/7).

Hal itu karena, sesuai dengan UUD 1945, presiden Indonesia hanya dipilih untuk dua kali masa jabatan.

Dalam bidang demokrasi, lanjut Yudi, torehan tinta emas dapat dilakukan Yudhoyono cukup dengan keberhasilannya menerapkan nomor identitas tunggal atau single identity number (SIN) bagi penduduk Indonesia. Dengan demikian, masalah seperti kekacauan pada daftar pemilih tetap seperti dalam pemilu lalu dapat dicegah. Pemerintahan yang bersih juga lebih mudah dibangun karena penerapan SIN membuat orang sulit melakukan korupsi.

Di bidang ekonomi, yang harus dilakukan Yudhoyono adalah menciptakan pembangunan yang adil dan merata, seperti isi satu dari lima agendanya. ”Ini menyangkut keberanian untuk menata kembali sistem ekonomi agar lebih berpihak kepada rakyat, seperti dengan menegosiasikan kembali kontrak karya dengan perusahaan asing dan utang luar negeri,” ujar Yudi.

Untuk mewujudkan hal itu, Yudi melanjutkan, Yudhoyono tidak perlu ragu mengambil program dari kandidat lain. Itu karena program yang diajukannya selama kampanye kurang jelas dan lebih sulit diukur jika dibandingkan dengan program kandidat lain.

”Program Yudhoyono-Boediono yang dijanjikan selama kampanye cenderung normatif sehingga selalu ada peluang untuk menghindar karena yang ditawarkannya bukan hal konkret,” ungkap Yudi.

Namun, Yudi kurang yakin Yudhoyono dan Boediono berani membuat terobosan dalam pemerintahannya, seperti menegosiasikan kembali kontrak karya dan utang luar negeri. Pasalnya, mereka termasuk pemimpin yang lebih suka bermain aman. Selain itu, penerapan kebijakan ini juga melibatkan kekuatan kapital internasional.

Andrinof Chaniago, pengajar ilmu politik pada Universitas Indonesia, juga meragukan kemampuan Yudhoyono merealisasikan janjinya. Ini karena dia tidak pernah menjelaskan cara mewujudkan janji-janji itu, termasuk sumber daya yang dimiliki. Dia hanya menyampaikan daftar janji.

”Jika Yudhoyono berani menjelaskan formasi kabinet berikut kualifikasi orang-orangnya, mungkin kita baru memiliki sedikit gambaran tentang kemampuannya mewujudkan janji. Namun, selama ini dia selalu menolak bicara tentang hal itu. Jika hanya membuat daftar janji, banyak orang bisa melakukannya,” kata Andrinof.

Akan sama saja

Airlangga Pribadi Kusman, pengajar pada Universitas Airlangga, Surabaya, bahkan meyakini kondisi dan kebijakan pemerintah dalam lima tahun ke depan akan sama dengan pemerintah periode 2004-2009. Sebab, pasangan Yudhoyono-Boediono bukan duet yang cukup berani, inovatif, dan taktis.

”Memang akan ada sejumlah program populis, seperti bantuan langsung tunai atau kredit untuk pengusaha kecil. Namun, berbagai program ini dibiayai utang luar negeri dan bukan dari pengumpulan kekayaan atau hasil bumi nasional,” ucap Airlangga.

Dalam jangka pendek, rakyat memang akan diuntungkan dengan program tersebut. Namun, kata Airlangga, program populis itu akhirnya juga memukul rakyat dalam jangka panjang. Sebab, utang untuk membiayainya akan dibayar dengan APBN. ”Akibatnya, anggaran yang seharusnya, seperti untuk kesehatan, pendidikan, dan peningkatan kesejahteraan sosial, akan habis dipakai untuk membayar berbagai utang tersebut,” ujarnya.

Menurut catatan Kompas, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam kampanye akbar yang menjadi kampanye terakhir sebelum pemilu presiden dan wakil presiden menguraikan lima agenda dan 15 prioritas kerja. Selama lima tahun, agenda dan prioritas itu dijanjikan akan dipenuhi.

Saat kampanye akbar terakhir sebelum pemilu presiden di Gelora Bung Karno, Jakarta, itu, Yudhoyono didampingi Boediono. Lima agenda dan 15 prioritas kerja tersebut merupakan patokan bagi rakyat pemberi mandat untuk menuntut janji di kemudian hari.

Kelima agenda itu adalah peningkatan ekonomi dan kesejahteraan rakyat, pembangunan pemerintahan yang bersih dan berwibawa, penguatan demokrasi dan menghormati hak asasi manusia, penegakan hukum dan pemberantasan korupsi, serta pembangunan adil dan merata.

Menurut Yudhoyono, kunci sukses lima agenda dan 15 prioritas itu dalam lima tahun ke depan adalah hadirnya pemerintahan yang bersih, cakap, dan tanggap.

Bersama Boediono, Yudhoyono berjanji akan bekerja keras siang malam. Boediono dikenal tepat mendampinginya karena lurus, pekerja keras, dan menguasai ekonomi.

Sumber: kompas.com

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts with Thumbnails